SEJARAH LAHIRNYA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Anak Usia Dini
yang dibina oleh Ibu Wuri Astuti
Oleh
Dyah Anggraini P.
100151400128
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH
September 2011
1. Abad XVIII dan sebelumnya
Tokoh Martin Lurter (1483-1546) menyarankan agar anak laki-laki diberi pendidikan formal. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa anak laki-laki saat itu merupakan tulang punggung keluarga yang harus mampu menghidupi keluarga, mendidik, membimbing, dan mengarahkan anaknya. Untuk itu anak laki-laki harus bisa membaca, menulis, dan berhitung. John Comenius (1592-1670), ia ingin agar semua anak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Idenya yang cemerlang dan masih dipakai sampai sekarang adalah kurikulum yang terintegrasi (integrated curiculum) dan kurikulum yang memberi kesempatan pada anak untuk belajar melalui pengalaman langsung (hands on curiculum). Kurikulum yang terintegrasi tidak memisahkan bidang studi seperti sains, ilmu sosial, seni, dan bahasa. Pada setiap kegiatan pembelajaran, materi bidang studi disebutkan, dikembangkan, dan diajarkan pada anak secara terpadu. Kegiatan pembelajaran pada anak dimulai dari aktivitas fisik, seperti mengamati, merangkai, dan memanipulasi objek secara langsung. Ide untuk kegiatan pembelajaran terpadu dan memulai pengalaman langsung sampai sekarang terus diapakai di PAUD.
Charles Darwin (1959) menulis bukunya The Origin of Species, yang berisi bahwa setiap individu memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda. Dimana para pendidik harus menyadari adanya perbedaan antar individu yang berdampak pada perbedaan cara belajarnya pula.
Jean Jacques Rousseau (1712-1778), dalam novelnya Emile, ia menentang pendapat bahwa anak adalah miniatur orang dewasa dan menyarankan agar anak dididik sebagaimana kodratnya. Johann heinrick Pestalozzi (1747-1827), ia menyarankan anak-anak belajaar dari benda-benda riil dan rekreasi serta bermain dimasukkan sebagian dari pendidikan anak-anak.
Pendidikan anak-anak saat itu lebih bersifat keagamaan. Beberapa TK yang tercatat di Amerika dan di Prancis masih menekankan pada pelajaran membaca, terutama membaca kitab suci injil.
2. Abad XIX
Friedrich Wilhelm Froebel (1782-1852), ia mendirikan kindergarten (kinder =anak dan garten=taman) di Jerman pada tahun 1837. Yang menarik dari sekolah Froebel ini adalah adanya gift dan occupation. Gift adalah adanya benda-benda riil untuk sarananelajar anak. Benda-benda tersebut memiliki bangun geometris yang beragam, seperti kubus, prisma, bola, dan kerucut. Sementara occupation ialah serentetan aktivitas yang urut. Tujuan pendidikan menurutnya ialah agar anak dapat memahami kesatuan antara dirinya dan orang lain, dan alam semesta, dan Tuhannya. Kelak sekolah TK model Froebel ini terus berpengaruh besar dan berkembang sampai awal tahun 1990-an. Oleh karena itu, Froebel sering disebut sebagai Bapak Taman Kanak-Kanak.
Robert Owen (1771-1850) merupakan salah satu tokoh PAUD di Amerika Serikat. Tahun 1816 ia mendirikan sekolah The Institution for The formation of Caracter di New Lannark, Skotlandia. Ia pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1824 mendirikan sekolah anak (infant school) yang kemudian menjadi ternama. Sekolah itu terletak di New Harmony, Indiana.
Sekolah Owen ini dalam beberapa segi memiliki kesamaan dengan sekolah Froebel dan pemikiran Pestalozzi, yaitu menekankan anak agara belajar dari benda-benda konkret. Akan tetapi Owen lebih pada benda empiris. Menurutnya, ilmu pengetahuan diperoleh dari hasil interaksi anak dengan objek.
Pada umunya TK pada abad ini masih sangat terstruktur dengan peran guru yang sangat dominan. Meskipun begitu, pemberian pengalaman langsung dan bermain telah dimulai. Perhatian terhadap pentingnya bermain bagi anak telah dimulai tumbuh.
3. Abad XX
Revolusi industri pada pertengahan abad XVIII memiliki dampak yang besar terhadap TK, baik di Eropa maupun di Amerika. Salah satu tokoh TK yang terkenal Maria Montessori, ia pergi ke Roma untuk memperoleh pendidikan menjadi seorang guru. Akan tetapi Maria lebih tertarik belajar mesin daripada guru. Ternyata ia tidak berbakat dalam hal mesin, dan memutuskan untuk mempelajari bidang kedokteran. Tahun 1896 ia menjadi seorang dokter. Kemudian ia bekerja di klinik psikiater Universitas Roma, bekerja untuk anak-anak yang cacat mental. Ia menyadari persoalan mental lebih pada persoalan pendidikan, hatinya terketuk dan mengabdikan dirinya di bidang pendidikan, khususnya yang berkebutuhan khusus.
Ia pun membuka sekolah di Roma, Italia tahun 1907 yang diberi nama Casa Dei Bambidi (rumah anak). Yang kemudian dikenal dengan nama Montessori school (Brewer, 1995). Pengalamnnya mendidik anak ditulis damal sebuah buku berjudul Scientific Paedagogy As Applied To Child Education In The Children’s House. Montessori menggambarkan kodrat anak sebagai makhluk yang mem,iliki daya serap yang tinggi yang dikenal dengan nama teori The Absorbent Of Mind (Montessori, 1984). Menurut teori ini, anak memiliki daya serap yang tinggi terhadap informasi dari lingkungan sekitarnya. Hal tersebut dianalogikan sebagai daya serap kertas tissue terhadap air.
Di sekolah Montessori, anak-anak dilatih untuk menguasai keterampilan yang akan dipakai seumur hidup (long life skill). Keterampilan tersebut antara lain ; mengancing baju, mengikat tali sepatu, memakai kaos kaki, menuang beras, dll. Selain itu anak-anak diajari menulis, membaca, dan aritmetika. Semua itu dilakukan dengan benda-benda konkret. Benda-benda yang akan digunakan untuk belajar akan diseleksi terlebih dulu dengan sebaik-baiknya. Salah satu kunci keberhasilan sekolah montessoriialah anak-anak dilatih disiplin untuk memilih, menggunakan dan menata kembali benda-benda yang telah digunakan secara mandiri.
Di sekolah Montessori, anak lebih banyak belajar secara individual atau kelompok kecil dibanding belajar secara klasik (Chattin, 1992). Kelompok ini biasanya terdiri anak-anak berbagai usia (multiages group). Kurikulum didasarkan pada kemampuan anak untuk memberi pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan anak. Di dalam kegiatan belajar, anak dilatih untuk berpikir secara rasional atas hasil observasi.
Pada akhir abad ini, di Amerika, John Dewey (1859-1952) memandang bahwa pendidikan merupakan proses kehidupan itu sendiri, da bukan smeata-mata mempersiapkan anak untuk hidup di masa akan datang. Pendidikan merupaka proses rekonstruksi pengalaman yang tak pernah berakhir. Oleh karena itu sekolah sebaiknya memanifestasikan kehidupan itu sendiri, sebagaimana kehidupan yang dialami anak di dalam keluarga dan masyarakat. Inti pelajaran di sekolah bukanlah sains, sastra, sejarah, atau geografi tetapi aktifitas sosial anak.
Pada abad ini muncul juga tokoh pendidikan yang berpengaruyh terhadap perkembangan anak TK. Tokoh tersebut antara lain Benjamin Bloom, Erik Erikson, B.F. Skinner, dan Piaget. Bloom mengembangkan tujuan pembelajaran meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bertahap. Skinner, seorang behaviorist yang kemudian menelurkan behavioral objektive atau perilaku yang dapat diamati untuk memperoleh hasil nelajar. Piaget mengembangkan teori terhadap perkembangan anak dilihat dari berbagai aspek intelektual maupun aspek moral. Pemikiran tokoh tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam bab lain teori belajar anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar