Pada burung, tempat berdifusinya gas pernapasan hanya terjadi di paru-paru. Paru-paru burung berjumlah sepasang dan terletak dalam rongga dada yang dilindungi oleh tulang rusuk.
Jalur pernapasan pada burung berawal di lubang hidung. Pada tempat ini, udara masuk kemudian diteruskan pada celah tekak yang terdapat pada dasar faring yang menghubungkan trakea. Trakeanya panjang berupa pipa bertulang rawan yang berbentuk cincin, dan bagian akhir trakea bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Dalam bronkus pada pangkal trakea terdapat sirink yang pada bagian dalamnya terdapat lipatan-lipatan berupa selaput yang dapat bergetar. Bergetarnya selaput itu menimbulkan suara. Bronkus bercabang lagi menjadi mesobronkus yang merupakan bronkus sekunder dan dapat dibedakan menjadi ventrobronkus (di bagian ventral) dan dorsobronkus ( di bagian dorsal). Ventrobronkus dihubungkan dengan dorsobronkus, oleh banyak parabronkus (100 atau lebih).
Parabronkus berupa tabung tabung kecil. Di parabronkus bermuara banyak kapiler sehingga memungkinkan udara berdifusi. Selain paru-paru, burung memiliki 8 atau 9 perluasan paru-paru atau pundi-pundi hawa (sakus pneumatikus) yang menyebar sampai ke perut, leher, dan sayap. Pundi-pundi hawa berhubungan dengan paru-paru dan berselaput tipis. Di pundi-pundi hawa tidak terjadi difusi gas pernapasan; pundi-pundi hawa hanya berfungsi sebagai penyimpan cadangan oksigen dan meringankan tubuh. Karena adanya pundi-pundi hawa maka pernapasan pada burung menjadi efisien. Pundi-pundi hawa terdapat di pangkal leher (servikal), ruang dada bagian depan (toraks anterior), antara tulang selangka (korakoid), ruang dada bagian belakang (toraks posterior), dan di rongga perut (kantong udara abdominal).
Fungsi kantung udara :
- membantu pernafasan terutama saat terbang
- menyimpan cadangan udara (oksigen)
- memperbesar atau memperkecil berat jenis pada saat burung berenang
- mencegah hilangnya panas tubuh yang terlalu banyak
Masuknya udara yang kaya oksigen ke paru-paru (inspirasi) disebabkan adanya kontraksi otot antartulang rusuk (interkostal) sehingga tulang rusuk bergerak keluar dan tulang dada bergerak ke bawah. Atau dengan kata lain, burung mengisap udara dengan cara memperbesar rongga dadanya sehingga tekanan udara di dalam rongga dada menjadi kecil yang mengakibatkan masuknya udara luar. Udara luar yang masuk sebagian kecil tinggal di paru-paru dan sebagian besar akan diteruskan ke pundi- pundi hawa sebagai cadangan udara.
Udara pada pundi-pundi hawa dimanfaatkan hanya pada saat udara (O2) di paru - paru berkurang, yakni saat burung sedang mengepakkan sayapnya. Saat sayap mengepak atau diangkat ke atas maka kantung hawa di tulang korakoid terjepit sehingga oksigen pada tempat itu masuk ke paru-paru. Sebaliknya, ekspirasi terjadi apabila otot interkostal relaksasi maka tulang rusuk dan tulang dada kembali ke posisi semula, sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar dari tekanan di udara luar akibatnya udara dari paru-paru yang kaya karbon dioksida keluar. Bersamaan dengan mengecilnya rongga dada, udara dari kantung hawa masuk ke paru-paru dan terjadi pelepasan oksigen dalam pembuluh kapiler di paru-paru. Jadi, pelepasan oksigen di paru-paru dapat terjadi pada saat ekspirasi maupun inspirasi.
Pernapasan pada burung di saat hinggap adalah sebagai berikut.
Burung mengisap udara lalu udara mengalir lewat bronkus ke pundi-pundi hawa bagian belakang bersamaan dengan itu udara yang sudah ada di paru-paru mengalir ke pundi - pundi hawa, udara di pundi-pundi belakang mengalir ke paru-paru lalu udara menuju pundi - pundi hawa depan.
Kecepatan respirasi pada berbagai hewan berbeda bergantung dari berbagai hal, antara lain, aktifitas, kesehatan, dan bobot tubuh.
Pernafasan burung saat terbang :
Saat terbang pergerakan aktif dari rongga dada tidak dapat dilakukan karena tulang dada dan tulang rusuk merupakan pangkal perlekatan otot yang berfungsi untuk terbang. Saat mengepakan sayap (sayap diangkat ke atas), kantong udara di antara tulang korakoid terjepit sehingga udara kaya oksigen pada bagian itu masuk ke paru-paru.
4. Aves (burung)
Sistem pencernaan makanan lengkap, dari mulut – esofagus – krop atau tembolok – lambung kelenjar (proventrikulus) – lambung otot atau empedal (ventrikulus) berdinding tebal – usus halus (intestinum tenue) – usus besar (intestinum crassum) terdapat sepasang usus buntu di antara usus halus dan usus besar – kloaka (di bawah ekor). Mempunyai kelenjar ludah, kelenjar pankreas dan hati yang menghasilkan empedu.
Sistem pencernaan makanan lengkap, dari mulut – esofagus – krop atau tembolok – lambung kelenjar (proventrikulus) – lambung otot atau empedal (ventrikulus) berdinding tebal – usus halus (intestinum tenue) – usus besar (intestinum crassum) terdapat sepasang usus buntu di antara usus halus dan usus besar – kloaka (di bawah ekor). Mempunyai kelenjar ludah, kelenjar pankreas dan hati yang menghasilkan empedu.
Kelompok burung merupakan hewan ovipar. Walaupun kelompok buruk tidak memiliki alat kelamin luar, fertilisasi tetap terjadi di dalam tubuh. Hal ini dilakukan dengan cara saling menempelkan kloaka.
Pada burung betina hanya ada satu ovarium, yaitu ovarium kiri. Ovarium kanan tidak tumbuh sempurna dan tetap kecil yang disebut rudimenter. Ovarium dilekati oleh suatu corong penerima ovum yang dilanjutkan oleh oviduk. Ujung oviduk membesar menjadi uterus yang bermuara pada kloaka. Pada burung jantan terdapat sepasang testis yang berhimpit dengan ureter dan bermuara di kloaka.
Fertilisasi akan berlangsung di daerah ujung oviduk pada saat sperma masuk ke dalam oviduk. Ovum yang telah dibuahi akan bergerak mendekati kloaka. Saat perjalanan menuju kloaka di daerah oviduk, ovum yang telah dibuahi sperma akan dikelilingi oleh materi cangkang berupa zat kapur.
Telur dapat menetas apabila dierami oleh induknya. Suhu tubuh induk akan membantu pertumbuhan embrio menjadi anak burung. Anak burung menetas dengan memecah kulit telur dengan menggunakan paruhnya. Anak burung yang baru menetas masih tertutup matanya dan belum dapat mencari makan sendiri, serta perlu dibesarkan dalam sarang.
Sistem Ekskresi Burung
Alat ekskresi pada burung terdiri dari ginjal (metanefros), paru-paru, dan kulit. Burung memiliki sepasang ginjal yang berwarna cokelat. Saluran ekskresi terdiri dari ginjal yang menyatu dengan saluran kelamin pada bagian akhir usus (kloaka). Burung mengekskresikan zat berupa asam urat dan garam. Kelebihan larutan garam akan mengalir ke rongga hidung dan keluar melalui nares (lubang hidung). Burung hampir tidak memiliki kelenjar kulit, tetapi memiliki kelenjar minyak yang terdapat pada tunggingnya. Kelenjar minyak berguna untuk meminyaki bulu-bulunya. Sistem Ekskresi pada Aves
Alat ekskresi berupa sepasang ginjal metanefros, kulit, dan paru-paru. Ginjal dihubungkan oleh ureter ke kloaka karena burung tidak memiliki vesika urinaria. Tabung ginjal burung lebih banyak dari mamalia karena kecepatan metabolisme burung sangat tinggi. Tiap 1 ml kubik jaringan korteks burung mengandung 100 sampai dengan 500 tabung ginjal yang membentuk lengkung Henle kecil. Air dalam tubuh disimpan melalui reabpsorpsi di tubulus. Di dalam kloaka juga terjadi reabsorpsi air yang menambah jumlah air dalam tubuh. Sampah nitrogen dibuang sebagai asam urat yang dikeluarkan lewat kloaka sebagai kristal putih yang bercampur feses.
Khusus pada burung laut, seperti camar, selain mengekskresikan asam urat juga mengekskresikan garam. Hal ini disebabkan karena meminum air gram dan makan ikan laut yang banyak mengandung garam. Burung laut memiliki kelenjar pengekskresi garam di atas mata. Larutan garam mengalir ke rongga hidung kemudian keluar lewat nares luar dan akhirnya garam menetes dari ujung paruh. Burung hampir tidak memiliki kelenjar kulit, tetapi memiliki kelanjar minyak yang terdapat pada tunggingnya. Kelenjar minyak berguna untuk meminyaki bulu-bulunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar