Pantangan Peri Petai
Di sebuah desa di Negeri Verfera, hiduplah seorang bapak tua bernama Dodo dengan anak gadisnya, Lula. Mereka hidup miskin di gubug tua yang hampir roboh. Meskipun kekurangannya, Lula dan ayahnya sangat baik hati dan suka menolong. Suatu hari, Lalu dan ayahnya pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar dan memanen pohon petai yang ada di kebun mereka. Pagi-pagi sekali mereka berangkat agar hasilnya bisa secepatnya dijual ke kota.
Seusai membantu ayahnya, Lula beristirahat di bawah pohon petai sambil menunggu ayahnya memanen petai. Ayah Lula sangat senang karena sepertinya akan mendapat uang banyak dari hasil penjualan petai itu. Karena lama menunggu ayahnya, akhirnya Lula bermain-main sambil mengumpulkan petai yang berjatuhan. Ketika sedang mengumpulkan petai, tiba-tiba Lula mendengarkan suara orang menangis.
“Ayah dengar suara orang menangis?” tanya Lula.
“Ya…… Ayah dengar sayup-sayup,” jawab Ayah Lula bingung.
Makin lama, suara tangis itu semakin jelas, Lula dan ayahnya berusaha mencari asal suara itu. Suara itu sepertinya berasal dari suara petai yang berjatuhan.
“Tolooooong….. keluarkan aku dari sini!” teriak suara itu.
Lula dan ayahnya terperanjat. Suara itu benar-benar berasal dari buah petai tadi.
“Siapa kau? Apa yang bisa kulakukan untuk menolongmu?” tanya Lula.
“Tolong, aku adalah ulat petai yang ada di dalam petai ini. Bukalah buah petai ini satu persatu keluarkan aku!” jerit ulat petai.
“Baiklah, tapi aku tidak tahu petai mana yang harus kubuka. Kalau aku buka semuanya, kami tidak dapat menjual ke kota. Petai kami tidak laku dijual bila sudah terkupas,” sahut Lula bingung.
“Tolonglah, aku bisa mati bila terus berada di sini!” jerit Ulat Petai.
Akhirnya, Lula dan ayahnya mengupas semua petai. Lula belum juga menemukan ulat petai itu, hingga akhirnya tersisa satu petai. Dengan tegang mereka membuka petai terakhir dan ternyata Ulat Petai itu ada di sana. Lula dan ayahnya tersenyum bahagia karena dapat menolong Ulat Petai keluar. Ulat Petau keluar. Ulat Petai pun sangat bahagia.
“Baiklah, sebagai tanda terima kasihku, aku ingin memberimu tangkai petai ini. Gunakan sesuai keperluanmu. Tangkai petai ini dapat menjadikan gambar apapun menjadi nyata seerti aslinya. Tapi ingat, sihir itu hanya berlaku sekali untuk satu macam benda dan sihir itu dapat hilang dalam sekejap jika kau dan ayahmu melanggar pantanganku,”jelas Ulat Petai.
“apa pantangannya?” tanya ayah Lula penasaran.
“Bila kau menyakiti hati orang, maka sihir itu akan hilang dalam sekejap,” jelas Ulat Petai.
“Baiklah. Terima kasih Ulat Petai, kami akan mengingat pesanmu,” janji Lula dan ayahnya berbarengan.
Tiba-tiba, Ulat Petai itu membesar dan berubah menjadi peri cantik jelita. Dia pun terbang dan melambai pada Lula dan ayahnya. Sejak kejadian itu, hidup Lula dan ayahnya pun berubah. Mereka selalu pergi ke kota untuk membeli buku-buku dan berbagai gambar indah, mewah, dan modern. Mereka tidak lagi bersusah payah mencari dan menjual kayu bakar. Bila ingin sesuatu, mereka tinggal menyihirnya dan menjadi nyata.
Lula dan ayahnya menjadi orang paling kaya di desa itu. Banyak orang meminta bantuan pada mereka, dan dengan senang hati Lula dan ayahnya membantunya. Hingga suatu hari, datanglah seorang wanita dengan pakaian lusuh ke rumah Lula yang megah. Wanita itu ingin sekali bertemu dengan ayah Lula.
“Izinkanlah aku bertemu ayahmu. Aku ingin meminta maaf,” pinta wanita.
“Maaf, Ibu siapa?” tanya Lula ramah.
Belum sempat wanita itu menjawab, Ayah Lula keluar dengan wajah murka.
“Mau apa kau kemari lagi? Sudah puaskah kau menelantarkan kami? Sekarang, kau ingin mengemis padaku! Maaf, semua sudah terlambat,” sahut ayah Lula denga kasar.
Wanita itu pun menangis dan akhirnya pergi. Belum sempat Lula sadar dari kagetnya, tiba-tiba sesuatu telah berubah.
“Ya Tuhan, kemana rumah kita yang mewah?” jerit ayah Lula histeris. Lula pun masih tercengang melihat perubahan yang terjadi dalam sekejap mata itu.
“Ayah, sepertinya kita telah melanggar pantangan Ulat Petai,” sahut Lula dengan suara lemah.
Ayahnya menunduk lemas. Dia menyesal dengan semua yang telah dilakukannya.
“Ayah emosi, Ayah khilaf! Semua itu karena ayah dendam padanya, Nak!” sahut Ayah terbata.
“Mari kita cari dia, Nak. Dia adalah Ibumu. Kita minta maaf padanya. Ayah tak peduli kita hidup miskin lagi, asalkan keluarga kita bersatu kembali,” sahut Ayah Lula menyesal.
Hari dmei hari mereka mencari Ibu Lula. Suatu hari mereka menemukan seorang wanita tengah tertidur pulas di bawah pohon rindang. Ternyata wanita itu adalah Ibu Lula yang mereka cari selama ini.
Ayah Lula segera mengajak istrinya itu kembali dan menceritakan semua yang terjadi. Termasuk tentang harta mereka yang telah lenyap begitu saja. Tetapi dengan tulus, Ibu Lula tidak menyesalkan hal itu. Sesungguhnya Ibu Lula ingin meminta maaf pada Ayah Lula. Karena dulu ia telah meninggalkan Ayah Lula karena Ayah Lula miskin, tidak bisa memberi kemewahan padanya. Kini, Ibu Lula ingin kembali ke rumah gubuk mereka yang mungil tapi berisi berjuta kebahagiaan. Ayah, Ibu serta Lula bekerja keras lagi utnuk membangun hidup mereka dari awal. Dengan kebersamaan dan kerja keras akhirnya mereka berhasil membangun istana mungil yang cantik.
(Dyah Anggraini P.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar